Ibu Sarah Santi, yang menjadi dosen pengajar di Universitas Esa Unggul, berkesempatan untuk memberikan ilmunya di kelas Kapita Selekta, tentang Marketing Politik.
Marketing dan Politik, 2 hal ini berbeda, namun dapat dijadikan 1, yaitu Marketing Politik
Dari sini, kita dapat mengira pengertiannya, adalah mempromosikan sesuatu yang bersifat politik yang dapat berupa iklan yang mempromosikan calon / kandidat. Tapi, hal itu hanya sebagian dari pengertian Marketing Politik itu sendiri. Marketing Politik itu bukan sekedar iklan dan mempopulerkan tokoh seperti memasang billboard tapi dapat diartikan sebagai belanja politik.
Sumber : http://webandikamongilala.files.wordpress.com/2010/09/30385.jpg |
Belanja iklan politik tahun 2008 sebesar 2,2 triliun rupiah, dibanding tahun 2007 naik sebesar 880 miliar rupiah, atau naik sebesar 66 %.
Sama seperti Marketing yang mempromosikan suatu produk, Politik juga mempromosikan seorang calon / kandidat. Dengan kesamaan yaitu, membangun loyalitas untuk jangka panjang.
Marketing VS Politik
Politik - bicara tentang hal yang normatif, bagaimana seharusnya dunia ini dijalankan
dan
Marketing - menjual sebanyak-banyaknya untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya (transaksi)
Jadi, Marketing dan Politik tidak bertentangan.
Dalam Marketing Politik, memilih media massa untuk menentukan pemilih sangat penting, agar tepat sasaran. Para pemilih calon / kandidat politik, dibagi menjadi 4 segmen, yaitu :
1. Pemilih Tradisional ( aspeknya demografis atau agama )
2. Pemilih Rasional ( aspeknya pada problem solving yang dilakukan kandidat )
3. Pemilih Skeptis ( tidak peduli terhadap calon yang akan terpilih, cenderung golput )
4. Pemilih Kritis ( melihat problem solving dan ideologi yang sama )
Sumber : http://menulisilmu.files.wordpress.com/2011/11/politik.jpg |
Perilaku politik masyarakat Indonesia masih dipengaruhi oleh tokoh atau public figure, contohnya seperti selebritis. Voters ( pemilih ) cenderung memilih tokoh yang memiliki aspek popularity, likeability, dan electability. Lalu, ditambah dengan peran media yang melakukan mediatisasi dan marketing untuk memoles seorang calon / kandidat secara terus menerus hingga disukai voters dan akhirnya dipilih.
Proses Marketing sebenarnya adalah membuat "keinginan" menjadi "kebutuhan"
Dampak negatif dari Mar-Pol :
1. Amerikanisasi dunia politik
2. Komersialisasi politik yang mereduksi arti politik itu sendiri
3. Menjauhkan masyarakat atas ikatan ideologi sebuah partai dengan massa / konstituennya
Sumber : http://us.123rf.com/400wm/400/400/cienpies/cienpies1210/cienpies121000044/15579482-us-elections-politics-marketing-communication-hand-holding-a-megaphone-with-icons-splash-file-layere.jpg |
Amerikanisasi memang belum pernah terjadi di Indonesia tapi sudah menunjukkan tanda-tanda akan ke sana seperti modernisasi poltik, contohnya kampanye yang selalu membangun citra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar