Rabu, 25 September 2013

MARKETING POLITIK

Kuliah Kapita Selekta Keempat ( Kamis, 19 September 2013 )

Ibu Sarah Santi, yang menjadi dosen pengajar di Universitas Esa Unggul, berkesempatan untuk memberikan ilmunya di kelas Kapita Selekta, tentang Marketing Politik.

Marketing dan Politik, 2 hal ini berbeda, namun dapat dijadikan 1, yaitu Marketing Politik

Dari sini, kita dapat mengira pengertiannya, adalah mempromosikan sesuatu yang bersifat politik yang dapat berupa iklan yang mempromosikan calon / kandidat. Tapi, hal itu hanya sebagian dari pengertian Marketing Politik itu sendiri. Marketing Politik itu bukan sekedar iklan dan mempopulerkan tokoh seperti memasang billboard tapi dapat diartikan sebagai belanja politik.


Sumber : http://webandikamongilala.files.wordpress.com/2010/09/30385.jpg

Belanja iklan politik tahun 2008 sebesar 2,2 triliun rupiah, dibanding tahun 2007 naik sebesar 880 miliar rupiah, atau naik sebesar 66 %.

Sama seperti Marketing yang mempromosikan suatu produk, Politik juga mempromosikan seorang calon / kandidat. Dengan kesamaan yaitu, membangun loyalitas untuk jangka panjang.

Marketing VS Politik

Politik - bicara tentang hal yang normatif, bagaimana seharusnya dunia ini dijalankan
dan
Marketing - menjual sebanyak-banyaknya untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya (transaksi)

Jadi, Marketing dan Politik tidak bertentangan.

Dalam Marketing Politik, memilih media massa untuk menentukan pemilih sangat penting, agar tepat sasaran. Para pemilih calon / kandidat politik, dibagi menjadi 4 segmen, yaitu :

1. Pemilih Tradisional ( aspeknya demografis atau agama )
2. Pemilih Rasional ( aspeknya pada problem solving yang dilakukan kandidat )
3. Pemilih Skeptis ( tidak peduli terhadap calon yang akan terpilih, cenderung golput )
4. Pemilih Kritis ( melihat problem solving dan ideologi yang sama )

Sumber : http://menulisilmu.files.wordpress.com/2011/11/politik.jpg

Perilaku politik masyarakat Indonesia masih dipengaruhi oleh tokoh atau public figure, contohnya seperti selebritis. Voters ( pemilih ) cenderung memilih tokoh yang memiliki aspek popularity, likeability, dan electability. Lalu, ditambah dengan peran media yang melakukan mediatisasi dan marketing untuk memoles seorang calon / kandidat secara terus menerus hingga disukai voters dan akhirnya dipilih.

Proses Marketing sebenarnya adalah membuat "keinginan" menjadi "kebutuhan"

Dampak negatif dari Mar-Pol :
1. Amerikanisasi dunia politik
2. Komersialisasi politik yang mereduksi arti politik itu sendiri
3. Menjauhkan masyarakat atas ikatan ideologi sebuah partai dengan massa / konstituennya

Sumber : http://us.123rf.com/400wm/400/400/cienpies/cienpies1210/cienpies121000044/15579482-us-elections-politics-marketing-communication-hand-holding-a-megaphone-with-icons-splash-file-layere.jpg

Amerikanisasi memang belum pernah terjadi di Indonesia tapi sudah menunjukkan tanda-tanda akan ke sana seperti modernisasi poltik, contohnya kampanye yang selalu membangun citra.





Rabu, 18 September 2013

ETIKA MEDIA

Kuliah Ketiga Kapita Selekta ( Kamis, 12 September 2013 )

Yang memberikan kuliah kali ini adalah seorang anggota Dewan Pers untuk periode 2010 - 2013 dan bekerja di Lembaga Survei Indonesia ( IRC ), yaitu Bapak Agus Sudibyo.

Sumber : http://www.perspektifbaru.com/i/art/Agus-Sudibyo_f_1122_f_565.jpg
Akhir - akhir ini banyak pemberitaan tentang anak dibawah umur yang mengendarai mobil dan menimbulkan kecelakaan hingga jatuh korban jiwa, dan merupakan anak dari musisi terkenal Indonesia yaitu AQJ. Pada beberapa pemberitaan online, banyak yang menggunakan gambar AQJ terbaring lemah di rumah sakit dan gambar orang tuanya.

( Pemakaian inisial untuk keperluan sebagai contoh studi )

Apakah media boleh menyebutkan nama dari tersangka / terdakwa meski hanya inisial? Apakah pemberitaan tersebut sudah sesuai dengan etika media?

Sumber : http://matabuku.files.wordpress.com/2009/07/cover_2dwajah_20retak_20media_small.jpg?w=460
Semua pemberitaan itu sudah melanggar kode etik. Seharusnya, anak dibawah umur yang melakukan tindak kriminal, seluruh identitasnya harus dirahasiakan, mulai dari nama ( inisial juga tidak boleh ), sekolahnya, rumahnya, orang tuanya, dll yang berhubungan dengan anak itu. Ini untuk menjaga masa depannya, dan keluarganya mempunyai privacy sendiri.

Lalu penggunaan gambar tersangka / terdakwa dan orang tuanya, apakah media tidak memikirkan perasaan yang difoto? Mereka pasti malu. Dalam sudut pandang korban, ini akan menimbulkan keinginan balas dendam karena foto tersangka / terdakwa, terpampang di media online.

Harusnya, media lebih memikirkan etika dalam memberitakan informasi, jangan sampai menimbulkan hal - hal yang tidak diinginkan. Harusnya fungsi media yaitu menyampaikan berita yang tidak merugikan.

Ada beberapa etika, berdasarkan  fungsinya :
1. Etika Utilitarian
    Etika yang menimbang hal-hal yang diuntungkan dan dirugikan. Singkatnya, berita yang disebarkan itu   berguna bagi masyarakat atau tidak. Jika berguna, berita itu baik, walaupun bagi beberapa orang, pemberitaan itu tidak baik. Ditetapkan dari sisi bergunanya atau tidak tanpa memperhatikan apapun.

2. Etika Teleologis ( Etika Konsekuensialis ---> Aristoteles )
    Etika yang mementingkan tujuan / dampak baiknya, walaupun melanggar aturan yang penting sudah berbuat untuk sesuatu yang baik.

3. Etika Diontologi
    Etika yang menekankan kewajiban, tidak boleh melanggar kode etik. 

Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiq1uUZno4L2hJdlqLL6CwN4I-FjEgFVDNeVSnhiaIftwt0UQHykfaMrePXpq-alaXcEBDpe09pbgegEcqIKHk_AFGrcaJ-qMkeXIL0XHGq0XmfkD83_Qjyf-sz6NwpOPUydyxFvA-SVPU/s1600/Kode+Etik+Wartawan.png


Kode Etik ini berlaku juga untuk pers online seperti detik.com, kompas.com, okezone.com, dll. Pers online berbeda dengan cyber media / media online seperti social media Facebook, Twitter, dll.


    




Selasa, 10 September 2013

REGULASI PENYIARAN

Kuliah Kedua Kapita Selekta ( Kamis, 5 September 2013 )

Kali ini membahas tentang Regulasi Penyiaran yang di bawakan oleh Bapak Paulus Widiyanto

Sumber : http://image.metrotvnews.com/bank_images/actual/139666.jpg

Regulasi atau peraturan terdapat pada setiap masyarakat, tidak terkecuali bidang penyiaran.
Tapi, "mengapa penyiaran harus diatur?"

Secara logis, karena segala sesuatunya akan menjadi teratur, tertib dan sistematis.

Tapi untuk penyiaran, ada 2 hal mengapa penyiaran harus diatur, yaitu :

1. Isi Siaran, karena setiap acara / program yang disiarkan punya kekuatan yang sangat besar dalam mengubah perilaku dan mempengaruhi cara berpikir masyarakat.

    Isi Siaran diatur dalam UU Penyiaran no. 32 tahun 2002, tentang isi siaran

2. Teknologi Penyiaran, memakai infrastruktur penyiaran, antara lain :
    a. Gelombang Elektromagnetik ( spektrum, frekuensi, radio / SFR )
    b. Satelit, yang bergerak dalam orbit (Geostasioner)
    c. Saluran Kabel ( Fibre Optic )
    Ketiga poin ini diatur UU Teknologi Komunikasi no. 36 tahun 1999, tentang infrastruktur penyiaran

Lalu, "siapa yang mengatur penyiaran?" ( di Indonesia )
Pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI )

Sumber : http://www.portalkbr.com/berita/nasional/__icsFiles/afieldfile/2013/04/13/2011323kpi.jpg


KPI mengeluarkan IPP ( Izin Penyelenggaraan Penyiaran ) kepada setiap warga negara Indonesia yang meminta, misalnya perorangan atau badan hukum. Warga asing tidak diperbolehkan mendapatkan IPP namun hanya boleh memiliki saham maksimal 20 %.


"kenapa kepemilikan usaha penyiaran diatur?"
Agar terjadi keberagaman pemilik untuk mencegah adanya monopoli penyiaran.
Akhir-akhir ini, banyak sekali pemilik usaha penyiaran yang memonopoli siaran dengan iklan dan berita kampanyenya karena sudah dekat dengan Pemilu 2014 dan menghapus informasi / berita kurang sedap yang berhubungan dengan si pemilik usaha penyiaran. Di sini terjadi monopoli siaran atau informasi.

Keberagaman pemilik ( Diversity of Ownership ) dan Keberagaman isi siaran ( Diversity of Content ) harus bisa menjamin Pluralisme Media ---> Teori Representatif.

Hubungan antara Pluralsime Media dengan Teori Representatif

Keberagaman Indonesia apakah sudah terlihat disetiap media? Apakah isi siaran / program sudah me-representasi-kan masyarakat Indonesia yang beragam? Seharusnya, sebagai negara pluralis, media harus menampilkan keberagaman sebagai jati diri Indonesia. Sebagai contoh, newscaster dari berbagai etnis dan tidak boleh bersistem sentralisasi ( media didominasi yang berpusat di Jakarta ).

Sumber : http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/05/1337758444234447051.jpg







Rabu, 04 September 2013

Ekonomi Politik Media

Kuliah Pertama Kapita Selekta ( Kamis, 29 Agustus 2013 )

Kuliah pertama kapita selekta kelas C kali ini diisi oleh Dr. Eko Harry Susanto yang membahas secara dalam mengenai EKONOMI POLITIK MEDIA.


                           Sumber : http://ekoharrysusanto.files.wordpress.com/2011/12/045673.jpg

Dalam kuliah ini, dijelaskan mengenai bagaimana media yang ada mengemas sesuatu hal menjadi sebuah motif ekonomi di dalamnya. Tentu saja ada alasan mengapa media melakukan hal itu semua, karena pada dasarnya media diperbolehkan untuk melakukan kegiatan bisnis. Itu mengapa saat ini banyak media yang memanfaatkan keadaan tersebut untuk meraih keuntungan yang besar. Tetapi kembali lagi ke sifat dasar manusia, bahwa tidak ada manusia yang menginginkan adanya kerugian di dalam hidup termasuk para pemilik media. Sebab keuntungan yang media dapatkan juga demi berjalannya dari media tersebut.

Sebagai contoh, acara atau sinetron yang dibuat stasiun televisi, akan terus diperpanjang episodenya selama masih banyak pemasang iklan pada saat commercial break sinetron tersebut, ini akan menjadi ladang uang bagi media.Tidak peduli apakah acara atau sinetron tersebut disukai atau tidak. 



DEMOKRASI MEDIA


Menurut Agus Sudibyo (2009), Ruang Publik sebagai potensi demokratis media tenggelam ketika rasionalitas birokrasi atau modal mulai mengambil alih dan mendominasi fungsi, sistem kerja dan juga orientasi produksi.

Ruang publik itu sebagai potensi demokratis media tenggelam ketika rasionalitas birokrasi mulai mengambil alih dan mendominasi fungsi, dan juga media massa sebagai cermin masyarakat. Media massa sebagai cermin masyarakat disini maksudnya adalah setiap apa yang ditampilkan atau diberitakan oleh media, masyarakat otomatis akan mengikuti dan mempercayai apa yg dikatakan oleh media tsb.


                      Sumber : http://statik.tempo.co/data/2013/05/10/id_183612/183612_620.jpg


PROBLEM MEDIA

Media tidak terlepas dari berbagai masalah diantaranya yaitu :

1. Orientasi bisnis / motif keuangan
    Media massa berperan sebagai institusi ekonomi, yang dilakukan semuanya demi keuntungan semata. Investasi di media bukan karena idealisme melainkan motif berbisnis.

2.  Profesionalisme jurnalis & institusi
    Adanya jurnalis yang dipertanyakan profesionalitasnya, seperti wartawan bodrex / wartawan  amplop.


3. Tidak independen & transparan
    Bergerak atas kepetingan pemilik modal atau pemilik media dan cenderung menutupi fakta yang ada.